NAMA : RAFEL ILHAM
NPM : 39110700
KELAS : 2DB22
DOSEN : IDI DARMA, Spd, MM
MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NPM : 39110700
KELAS : 2DB22
DOSEN : IDI DARMA, Spd, MM
MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TULISAN 3
POLITIK
DAN STRATEGI NASIONAL YANG MEMBAHAS OTOMONI DAERAH
I. Pendahuluan
Pengertian
Politik
Kata
“Politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar
katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu
negara dan teia, berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti
politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa.
Politik
merupakan rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan,
cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita
kehendaki. Politics dan policy
mempunyai hubungan yang erat dan timbal balik. Politics memberikan asas, jalan,
arah, dan medannya, sedangkan policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan
asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya.
Politik
secara umum menyangkut proses
penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu
memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public
policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian, atau alokasi
sumber-sumber yang ada.
Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.
Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.
Pengertian
Strategi.
Strategi
berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “the art of the
general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan.
Karl
von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan
tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang
itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.
Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk
mendapat-kan kemenangan atau pencapaian tujuan.
Dengan
demikian, strategi tidak hanya menjadi monopoli
para jendral atau bidang militer,
tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan.
Politik
dan Strategi Nasional.
Politik
nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk
mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik
nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang
pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta
penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan
strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai
sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
Dasar Pemikiran
Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan
politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Penyusunan
Politik dan Strategi Nasional.
Politik
dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan
sistem kenegaraaan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat
yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut
dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik”. Lebaga-lembaga tersebut
adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA.
Sedangkan
badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur
politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti
partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest
group), dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur
politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme
penyusunan politik dan strategi nasional di itngkat suprastruktur politik
diatur oleh presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan politik dan
strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden
menerima GBHN.
Pandangan
masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, maupun bidang
Hankam akan selalu berkembang karena:
a. Semakin tinggina kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Semakin terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya.
c. Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
d. Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang oleh kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide baru.
Sertifikasi Politik Nasional
Sertifikasi politik (kebijakan) nasional dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
1). Tingkat kebijakan puncak meliputi Kebijakan tertinggi
yang menyeluruh secara nasional dan mencakup: penentuan Undang-undang Dasar,
penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman
nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. kebijakan tingkat
puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusan dalam GBHN dan ketapan MPR.
2). Dalam hal dan keadaaan yang menyangkut kekuasaan
kepala negara seperti tercantum pada pasal-pasal 10 s.d. 15 UUD 1945, tingkat
penentuan kebijakan puncak ini juga menackup kewenangan presiden sebagai kepala
negara.
b. Tingkat Kebijakan Umum
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional. Hasil-hasilnya dapat berbentuk:
b. Tingkat Kebijakan Umum
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional. Hasil-hasilnya dapat berbentuk:
1). Undang-undang yang kekuasaan pembuatannya terletak di
tangan presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal 5 ayat (1) ).
2). Peraturan pemerintah untuk mengatur pelaksanaan
undang-undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan presiden (UUD 1945
pasal 5 ayat (2) ).
3). Keputusan atau instruksi presiden, yang berisi
kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya
berada di tangan presiden (UUD 1945 pasal 4 ayat (1) ).
4). Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat
Presiden.
c. Tingkat Penentuan Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintahan.
d. Tingkat Penentuan KebijakanTeknis
Kebijakan teknis merupakan penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program, dan kegiatan.
e. Dua Macam Kekuasaan dalam Pembuatan Aturan di Daerah
c. Tingkat Penentuan Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintahan.
d. Tingkat Penentuan KebijakanTeknis
Kebijakan teknis merupakan penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program, dan kegiatan.
e. Dua Macam Kekuasaan dalam Pembuatan Aturan di Daerah
1). Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah
pusat di daerah terletak di tangan gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah yuridikasinya masing-masing.
2). Kepala Daerah berwenang mengeluarkan kebijakan
pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD.
Otonomi Daerah.
Undang-undang
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan salah satu wujud
politik dan strategi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk otonomi
kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah propinsi dan otonomi luas
bagi daerah Kabupaten/Kota. Perbedaan Undang-undang yang lama dan yang baru
ialah:
1. Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya
dimulai dari pusat (central government looking).
2. Undang-undang yang baru, titik pandang kewenangannya
dimulai dari daerah (local government looking).
Kewenangan Daerah.
1. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999tenang Otonomi
Daerah, kewenagan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenagnan bidang lain, meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro.
3. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah,
a. DPRD sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah
daerah sebagai eksekutif daerah dibentuk di daerah.
b. DPRD sebagai lwmbaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahanauntukmelaksanakan demokrasi
1). Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
2). Memilih anggota Majelis Permusawartan Prakyat dari urusan Daerah.
3). Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
4. Membentuk peraturan daerah bersama gubernur, Bupati atas Wali Kota.
5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama gubernur, Bupati, Walikota.
6. Mengawasi pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pelaksanaan APBD, kebijakan daerah, pelaksanaan kerja sama internasional di daerah, dan menampung serta menindak-lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Implementasi Politik dan Strategi Nasional yang Mencakup Bidang-bidang Pembangunan Nasional
1. Visi dan Misi GBHN 1999-2004
Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Implementasi Polstranas di Bidang Hukum
3. Implementasi Polstranas di Bidang Ekonomi
4. Implementasi Polstranas di Bidang Politik
a. Politik Dalam Negeri.
b. Politik Luar Negeri.
c. Penyelenggaraan Negara.
d. Komunikasi, Informasi, dan Media Massa.
e. Agama.
f. Pendidikan.
5. Implementasi di Bidang Sosial dan Budaya
a. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
b. Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata.
c. Kedudukan dan Peranan Perempuan.
d. Pemuda dan Olahraga.
e. Pembangunan Daerah.
f. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
6. Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
a. Kaidah Pelaksanaan.
b. Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional.
Keberhasilan
Politik dan Strategi Nasional.
Politik
dan strategi nasional dalam aturan ketatanegara selama ini dituangkan dalam
bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR di mana pelaksanaannya dilaksanakan oleh
Presiden selaku mandataris MPR. Pemerintahan harus bersih dan berwibawa, bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) guna mencapai cita-cita dan tujuan
nasional. Dengan demikian penyelenggaraan pemerintah dan setiap warganegara
Indonesia harus memiliki:
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Semangat kekeluargaan yang berisi kebersamaan,
kegotong-royongan, persatuan, dan kesatuan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat guna kepentihgan nasional.
3. Kepercayaan diri akan kemampuan dan kekuatan
sendiri yang bersendikan kepribadian bangsa sehingga mampu meraih masa depan
yang lebih baik.
4. Kesadaran, kepatuhan dan ketaatan pada hukum.
Karena itu, pe¬merintah diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan dalam berbagai kepentingan.
6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat dari pengabdian
disiplin, dan etos kerja yang tinggi yang mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan, sehingga tercipta
kesadaran untuk cinta tanah air dalam rangka Bela Negara melalui Perjuangan Non
Fisik.
7. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, sehingga
me¬miliki daya saing (kompetitif) dan dapat berbicara dalam percaturan global.
Apabila penyelenggara pemerintah/negara dan setiap warganegara Indonesia memiliki ketujuh unsur yang mendasar di atas, keberhasilan politik dan strategi nasional dalam rangka mencapai cica-cita dan tujuan nasionaJ melalui Perjuangan Non Fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing akan terwujud. Dengan demikian kesadaran Bela Negara diperlukan untuk mempertahankan keutuhan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
CIVIL
SOCIETY
Gagasan
“civil society” sebenarnya berawal dari pemikir-pemikir sosialis seperti Hegel,
Karl Marx dan–terutama–Antonio Gramsci. Di negara-negara totaliter komunis,
dimana dominasi negara begitu kuat dan merasuk ke semua sendi kehidupan
masyarakat, maka mereka melihat ternyata masih ada “ranah” lain yang bukan negara. Ranah itu misalnya adalah
kumpulan orang-orang satu profesi, kumpulan orang-orang satu agama, kumpulan
orang-orang satu hobi, dan berbagai organisasi lain yang relatif bebas dari
campur tangan negara. (Tentu saja, dalam pemikiran komunis, “civil society”
adalah sesuatu yang cepat atau lambat harus dikuasai dan ditaklukkan, demi tercapainya
cita-cita komunisme).
Gagasan tentang “civil society” mulai dilirik
orang ketika rezim totaliter komunis tumbang. Mulai timbul kesadaran baru bahwa
ternyata “civil society” adalah sarana dalam membangun sebuah masyarakat yang
bebas dan demokratis.
Kemudian, oleh para pemikir sosial, mulai pula
dilihat pentingnya kehadiran “civil society” di negara-negara liberal,
demokratis dan yang menganut sistem ekonomi pasar bebas.
Begitulah,
“civil society” menjadi sebuah kebutuhan akan kelangsungan masyarakat yang
demokratis, adil dan sejahtera. Dan ini berlaku, baik di negara-negara yang
liberal mau pun di negara-negara yang totaliter.
“Civil society” adalah berbagai paguyuban warga,
yang bebas dari campur tangan negara dan para pelaku bisnis raksasa. “Civil
society” juga adalah sebuah kesadaran warga untuk memperkuat dirinya (sebagai
imbangan terhadap dominasi negara) dalam mengembangkan sebuah masyarakat yang
demokratis, bebas, adil dan sejahtera.
Kini–terutama di negara-negara liberal–tingkat
kemajuan demokrasi tidak lagi hanya cukup diukur dengan kebebasan pers dan
efektivitas partai-partai dalam menggalang aspirasi politik rakyat. Tapi
“building block democracy” juga diukur dari seberapa besar dan banyak
organisasi sosial nirlaba yang dibentuk dan dimiliki oleh masyarakat. Dan seberapa jauh pengaruhnya terhadap kemajuan masyarakat itu sendiri.
organisasi sosial nirlaba yang dibentuk dan dimiliki oleh masyarakat. Dan seberapa jauh pengaruhnya terhadap kemajuan masyarakat itu sendiri.
Kini kita telah memasuki sebuah sistem
sosial-politik yang lebih liberal dan demokratis. Nyaris sudah tidak terjadi
lagi pembredelan terhadap pers. Partai-partai politik bermunculan dan tak perlu
lagi mengalami “pembinaan”. Bahkan kita sudah menerapkan pemilihan presiden
secara terbuka dan langsung oleh rakyat.
Tapi proses untuk membangun sebuah masyarakat
yang adil dan sejahtera itu tidak bisa semata-mata diletakkan hanya ke pundak
negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif).
Shared by RAFEL ILHAM